Malam yang sangat
sunyi. Said baru saja menyelesaikan tugas lemburnya sejak sore hari tadi. Ia
mendapatkan tugas lembur yang sangat
melelahkan. Setelah berkerja dari pukul delapan pagi sampai tiga sore, ia harus
melanjutkan project kantornya yang sedang meningkatkan akreditasi agar
bisa bersaing dengan company lain. Bos mereka sama sekali ingin
perusahaan ini terus maju sampai tahap akhir mereka mendapatkan akreditasi yang
bagus sehingga produk mereka diterima orang banyak.
Said berkerja
sebagai desainer grafis. Tugasnya membuat pamflet iklan semenarik mungkin untuk memperkenalkan produk makanan
ringan milik perusahaannya. Said pada dasarnya tak perlu berkerja sampai tengah
malam begini. Hanya saja hari ini, rekannya David harus menemani istrinya yang hampir dekat masa melahirkan.
Sebagai seorang Kristen
Koptik yang taat, ia juga harus
mengurusi beberapa hal sebelum kelahiran anaknya. Sehingga Said harus mengganti shift kerja
rekannya. Sebenarnya Said merasa sangat kesal pada temannya itu.
Sebagai muslim, rasanya ia tak harus ambil cuti ketika anak pertamanya lahir.
Tak ia sadari, project
desain grafisnya sudah selesai. Ia pun menyimpan project tersebut untuk
diperiksa oleh Bosnya di esok hari. Jam dinding menunjukan pukul 10 malam.
Waktu yang sangat larut untuk seorang suami pulang kerja. Ia pun keluar
meninggalkan kantor sembari menyapa satpam yang sedang sibuk menikmati kopi dan
sebatang rokok untuk membuatnya tetap tejaga sepanjang malam.
Said tergolong sangat mapan untuk seorang suami
muda. Usianya menginjak 27 tahun, dan ia sudah mampu menghidupi anak istrinya secara penuh. Ia bisa saja
membeli sebuah mobil yang harusnya dipakai untuk berkerja sehari-hari, tapi ia
memilih untuk tak membeli dahulu. Menurutnya angkutan umum sudah cukup di kota
Kairo yang sangat padat. Ia tak ingin memperkeruh keadaan dengan membuat
jalanan semakin macet dengan mobil pribadinya. Lagipun, ia masih kuat untuk
berdiri di angkutan umum ketika ada ibu hamil atau orang lansia yang harus duduk di kursinya.
Malam sudah sangat larut, ia harus menaiki taksi untuk pulang ke rumah. Tak mungkin ada
angkutan umum yang mengarah
ke uptown—alias
sisi atas kota—dimana rumahnya berada. Terlebih, sekarang sedang musim dingin, warga
Kairo pasti mengakhiri kegiatanya lebih cepat dari biasa. Ia pun beberapa kali
memberhentikan taksi untuk ditumpangi. Betapa kesalnya ia banyak sekali taksi
yang menolak sinyal berhenti darinya. Sekalinya ada, mereka tak sepakat soal
harga. Setelah hampir setengah jam tak mendapatkan taksi, akhirnya ia berhasil
memberhentikan seorang supir taksi.
Ia memulai membicarakan soal ongkos untuk
sampai ke distrik di mana ia tinggal. Tanpa basa-basi sang supir
menyepakatinya. Said pun menaiki mobil tersebut dengan tergesa-gesa karena
sudah lama kedinginan diterpa angin malam.
“Assalamualaikum!” Sapa
Said seraya masuk ke dalam mobil.
“Lembur pak?”
“Iya, jarang-jarang saya harus lembur.”
“Bapak ke arah Uptown kan?”
Said hanya menganggukkan kepalanya karena
sedang tak begitu ingin diajak bicara.
“Jika berkenan, izinkan saya singgah sebentar
nanti. Ada urusan yang harus saya kerjakan, jangan risau! Saya tak akan lama.”
Said kembali menganggukkan kepalanya
bertandakan ia setuju. Ia memandangi setiap lampu di perjalanan sampai akhirnya
Bunyamin, supir taksi menanyakan beberapa pertanyaan agar perjalanan tak terasa
begitu hening dan tegang.
“Kau kenal Syeikh Hazim?”
“Tidak. Memangnya beliau siapa?”
Bunyamin menjelaskan bahwa ia berkerja untuk
Syeikh Hazim sebagai supir pribadinya selama hampir sepuluh tahun. Syeikh Hazim
bisa menghadiri sampai tujuh majelis ilmu dalam sehari. Setelah selesai dari
satu majelis dan akan bertolak ke majelis selanjutnya, beliau akan menghubungi
Bunyamin untuk mengantar beliau.
Said hanya membalas cerita Bunyamin dengan biasa. Ia bukan
orang yang begitu religius. Bahkan untuk Syeikh Hazim saja ia tak kenal.
Padahal, sosok Syeikh Hazim sudah sangat melekat di hati masyarakat sebagai Ulama yang dihormati. Mengingat Syeikh Hazim
orang yang sangat rendah hati, dermawan, dan peduli sesama.
Setengah perjalanan sudah mereka lalui. Bunyamin
menceritakan kesehariannya bersama Syeikh Hazim. Sejauh ini cerita yang ia
sampaikan seputar kebaikan Sang Syeikh padanya. Hari ini, Syeikh Hazim hanya
minta diantar sekali ke sebuah majelis. Tidak seperti biasanya, bahkan Syeikh
Hazim memberikannya sedekah berupa beberapa uang tunai untuk Bunyamin. Bunyamin
sangat senang menceritakan hal tersebut. Sampai akhirnya Said merasa tak senang
mendengarkan ceritanya. Menurutnya,
cerita Bunyamin sangat membosankan.
Mereka tiba di tempat di mana Bunyamin harus
menyelesaikan urusannya. Ia meminta izin pada Said untuk meninggalkannya
sebentar di dalam mobil. Said mengiyakan. Sampai akhirnya ia sadar, ke arah
mana Bunyamin berjalan dan masuk.
Ia masuk ke dalam sebuah gereja Koptik yang ada di daerah
dekat dengan Uptown. Raut wajahnya berubah mengetahui seorang supir pribadi
Syeikh terkenal beragama Kristen Koptik. Dan ia sudah melayani sang Syeikh
selama hampir sepuluh tahun. Said tak mengira malam ini akan penuh hikmah
baginya. Baru saja ia menggerutu kesal pada rekan kerjanya yang beragama sama
dengan supir taksi ini. Namun akhlak Sang Supir berhasil menegur hatinya agar
lebih sadar untuk berbuat baik sesama.
Bunyamin kembali
dari gereja dan masuk ke dalam mobil.
“Kau seorang
Kristen Koptik?”
“Benar.”
“Dan kau telah
melayani seorang ulama Muslim selama sepuluh tahun?”
“Benar.”
“Memangnya, ada
urusan apa hari ini kau ke Gereja?
“Ah, kemarin malam anak pertamaku meninggal. Jadi
aku harus mengurus pemakamannya bersama Pemuka Gereja. Dan puji Tuhan Syeikh
memberikanku sedekah hari ini. Jadi aku bisa membayar biaya pemakaman anakku malam
ini juga tanpa harus berhutang.”
Said memeluk
Bunyamin dengan hangat. Ia meminta maaf padanya karena sudah mengacuhkan
pembicaraanya sepanjang perjalanan. Padahal, ia sedang sangat terpuruk sehingga
sangat ingin mencurahkan isi hatinya. Namun melihat respon yang diberikan Said
di awal percakapan, ia memilih untuk tak bercerita.
Said pun tiba di
rumah, ia tak lupa memberikan tip pada Bunyamin. Sesampai di rumah, ia memeluk
anak istrinya berterima kasih dan bersyukur pada Allah atas nikmat anggota keluarganya
sambil meneteskan air mata.
Tamat.
0 Komentar