Oleh: Albar
Langit yang masih
gelap dengan bintang-bintang yang masih terang saat fajar.
Angin sepoi-sepoi menusuk tulang-tulang, terasa dingin. Suara tiupan api
terdengar di telingaku, terlihat cahaya kuning api dari dalam gubuk yang gelap
yang membara di luar gubuk kami.
Aku terkejut mendengar
suara, ntah dari mana asalnya. Aku langsung duduk dengan keadaan kakiku yang
tertindih kaki Yon dan melihat keluar ke sekeliling gubuk
kami, lewat sela-sela lubang dinding yang terbuat dari ranting pohon lengkap
dengan dedaunannya yang mulai layu. Terdengar
suara-suara beberapa jenis burung dan hewan-hewan lainnya. Aku langsung
menendang kaki Yon sampai dia terkejut.
“Hah!
Kenapa ini?” Ucapnya dengan kaget.
“Gak
ada!” Sahutku. “Udah, lanjut tidur lagi aja.” Tambahku lagi.
Yon
langsung tidur kembali dengan badan yang miring sembari melipatkan kakinya ke
dada dan meletakkan tangan kanannya di tengah-tengah pahanya dan satunya lagi dia
jadikan bantal di kepalanya. Aku melihat Opet juga yang sedang nyenyak tidur
tepat di pintu gubuk kami.
Aku
langsung bangun dan beranjak keluar dan melihat langit yang masih agak gelap
dan mulai membiru cerah memanjakan pandangan mata. Bola
mataku tertuju pada Pop yang sedang duduk di atas kayu bakar sedikit besar
yang dia jadikan tempat dukuknya sembari menghangatkan punggungnya di api yang
sedang membara. “Sudah lama bangun kau?” Tanyaku.
Pop
langsung menoleh padaku dengan mata menyipit sebelah karena asap. “Hmmm, sudah lumayan
lama.” Jawabnya sambil memutarkan badannya menghadap api
dengan menyelonjorkan kedua tangannya ke arah api
untuk menghangatkan tangannya.
“Suara
apa tadi?” Tanyaku sambil berdiri di dekat api tepat di depan Pop.
Pop
langsung memegang salah satu dahan pohon yang tertumpuk di depannya “Ouh, suara
kayu ini, biar apinya besar.” Tambahnya sambil memotong dahan kayu yang ada di
hadapannya dan Pop langsung menyodorkan kayu bakar ke dalam api, lalu meniupnya
supaya apinya membesar dan mengurangi asap yang membuat matanya perih.
Perutku
terasa lapar lalu aku melihat keselilingku, mencari sisa mie semalam. “Mie
semalam mana Pop?” Tanyaku sambil berjalan menuju barang yang kami letakkan di
samping gubuk.
“Coba
kau tanya Yon.” Sahutnya.
Aku
memeriksanya di tumpukkan itu dan berjalan ke arah pintu gubuk dan memanggil Yon “Yon!” Suaraku
agak keras, lalu menjongkokkan badanku “Yon!” Tambahku
lagi. “Woy!”
Dengan
keadaan masih terlentang, Yon langsung mengangkat kepalanya lalu menoleh
kepadaku “Apa?” Tanyanya.
“Mie
semalam kau letakkan dimana?” Tanyaku. Semalam Yon memang yang terakhir membersihkan
sisa barang-barang kami yang masih berantakan.
Yon
langsung duduk dan melihatku. “Coba lihat di samping Opet, semalam kalau tidak
salah aku meletakkannya disitu”. Jawabnya sambil menunjuk ke arah Opet.
Opet
yang tertidur di pintu gubuk, langsung terbangun dari tidurnya dan bertanya.
“Hah! Kenapa?”
“Ada
mie gak disitu?” Tanya Yon kepadanya.
Opet
yang masih setengah sadar langsung mengangkat
kepalanya lalu meraba kain sarung yang dia jadikan bantal dan mengangkat sarung
sembari berkata. “Ini kujadikan bantal tadi malam.” Mienya berserakan di
sampingnya.
Aku langsung
merangkak ke arahnya dan langsung mengambil mienya satu-persatu dengan tangan kananku.
“Apa yang kau buat ini, Pet?, kan sudah hancur semua mienya.” Ucapku, dengan
mie yang aku kepitkan di tangan kiriku.
Yon
terkekeh-kekeh tertawa sambil merebahkan badannya lagi. “Udah, kau
masak apa adanya, pagi ini untung kita masih bisa makan.” Ocehnya
Aku
langsung membalikkan badanku dan keluar lalu langsung melempar
satu bungkus mie kepada Pop yang masih aku pegang
dengan tangan kananku.
Yang langsung
disambut olehnya “Hep” ucapnya, dan langsung meremas-remasnya lagi dan
tersenyum kesal. “Pet … Pet … Udah jadi apa ini mienya?”
Dengan
geram aku melihat Pop, lalu aku melemparnya lagi dengan mie lainnya dengan
keras “Bodoh kali kau! Malah kau
tambahin lagi.”
Mie itu tepat
mendarat di kepalanya. “Aduh!” Ucapnya, dengan terkekeh lalu membungkukkan badannya dan
langsung mengambil mie dengan tangan kiri yang terjatuh didekatnya lalu
menggosok-gosok kepalanya dengan tangan kanan lalu Pop berdiri mengambil
alat-alat untuk dia masak.
Lalu aku berdiri
dan membawa sisa mie yang ada di tanganku, menghampiri Pop lalu meletakkan di
dekat dia duduk. Lalu aku mengambil bahan-bahan lainya juga dan menyiapkan
bahan-bahan untuk kami memasak. Aku memotong bawang, cabai, dan bumbu lainnya
yang Yon dan Opet ambil kemarin di perkebunan petani sementara Pop sedang
menyiapkan api serta batu-batu untuk dapur kami memasak.
Asap
dan api mulai membara, aku menanyakan kepada Pop “Bagaimana apa sudah siap?”
Sambil aku menyerahkan bahan-bahan yang aku siapkan barusan.
Pop
membungkukkan badannya untuk meniup api
agar menyala besar. “Sudah siap.” Jawabnya sambil membersihkan badannya dari debu-debu bekas
dari bara api yang berterbangan. Mengambil panci yang terletak di samping dan
meletakkannya di atas batu yang dia susun tadinya, lalu dia mengambil panci
yang dia ambil. “Ambil sendok Nu!!” Suruhnya Padaku, sambil menunjuk ke ara
sendok yang ada disamping kaki kananku dan meletakkan panci di atas batu yang
dia susun.
“Oke, Wak.”
Jawabku sambil melihat ke arah yang dia tunjukkan, lalu
mengambil dan memberikan sendok kepadanya. Pop mengambil sendok lalu menuangkan
minyak goreng ke dalam panci.
Sambil
menunggu minyak goreng panas, aku yang sedang berdiri di samping Pop lalu duduk di sampingnya. Pop
mengangkat piring yang berisikan bumbu, dan menuangkannya ke dalam panci yang
berisikan minyak, “chisssss” suara
dari dalam panci. Pop langsung mengayunkan sendoknya di dalam panci agar
bumbunya tidak gosong. Sambil mengoreng bumbu, Pop menyuruhku “Ambilkan air, Nu!”
“Oke.”
Jawabku sambil berdiri lalu berjalan ke arah gubuk dan mengambil botol
berisikan air yang ada di depan gubuk kami. Lalu aku langsung menuangkan air ke
dalam panci. Pop langsung mengaduk-aduknya dan menutupnya dengan piring wadah
bumbu.
Sambil
menunggu airnya mendidih aku mengambil rokok di dalam kantong celanaku. Membakar
lalu menghisapnya, dan memberikannya kepada Pop. “Nih
rokok dulu, Pop.” Kataku.
Pop
langsung mengambil satu batang rokok dari bungkusnya “Oke, tengqiyu” Jawabnya. Sambil meletakkan di dalam mulutnya dan mengambil satu
cabang kayu yang ada di tumpukan api lalu membakar
rokoknya. Lalu menghisapnya dan meletakkan kayu
bakar itu kembali ke dalam tumpukkan api, sambil
membenarkan kayu bakar lalu meniupmya.
Air
mendidih lalu aku dan Pop membuka satu persatu bumbu yang tersedia dalam mie,
dan menyampurkanya ke dalam panci, terus aku mengaduk dengan lembut, sedangkan
Pop menuangkan mie. Aku memberi sendok kepada Pop, berdiri dan berjalan ke arah
gubuk, lalu memeriksa tas yang kami bawa untuk mencari telur yang kami beli
ketika kami berangkat kemarin. Aku menemukanya di dalam plastik yang berisikan
telur, roti-roti dan berbagai cemilan. Aku mengambil telur dan satu
bungkus biskuit lalu mebawanya ke arah Pop. Aku memberikan telur itu kepada
Pop. “Nih, Pop! Kau masukin telur ini.”
Ujarku.
Lalu Pop mengambilnya
dan memecahkanya ke dalam panci yang berisikan mie.
Sedangkan
aku membuka bungkusan biskuit dan mengambil sebagian, selebihnya kuberikan
bungkusnya kepada Pop.
Pop mengaduk-aduk
mie dan mengambil biskuit lalu memakannya dengan lahap karena
kelaparan.
Api yang hampir
memadam, aku langsung membenarkan kayu
bakarnya agar apinya menyala besar. “Gimana, Pop? Sudah
masak?” Tanyaku kepada Pop.
Pop
menjawab sambil merasakan sedikit mie yang diambil pakai sendok. “Sudah ni, sudah bisa kau bangunkan juga
orang ni berdua.” Jawabnya dan mengangkat pancinya
dengan dilapiki daun pisang yang ada di dekatnya sisa yang tidak kami pakai
semalam.
Lalu
aku berdiri dan memutar-mutar badanku secara bergantian ke kiri dan ke kanan
untuk membunyikan tulang punggungku. Aku
berjalan menuju gubuk dan mengintip mereka berdua dari pintu, kulihat mereka
ternyata sudah bangun dan siap-siap untuk keluar. “Sudah!! Bangun
kalian!!! Ayo mari makan.” Ajakku.
“Ayo!” Jawab Yon
sambil bangun dari tempatnya.
Opet
juga bangun dari tempat tidurnya dan mereka berdua langsung keluar. Dan aku
langsung berputar dan berjalan menuju panci yang diletakkan oleh Pop di dekat
api.
Sedangkan
Pop pergi mengambil daun pisang dengan membawa parang lalu menebang pohon
pisang lalu mengambil dua helai daun dari pokok pisang
itu. Berjalan kembali dengan membawa
daun pisang yang ada di tangan kanan dan tangan kiri yang memegang parang “Eh, bangun-bangun langsung makan aja kalian
ya!!” Ujar Pop kepada Yon dan Opet.
“Udah, gak usah
banyak cakap kau.” Jawab Opet. “Cepat kau siapkan saja daun pisang itu sama mienya
langsung.” Tambah Opet sambil menunjukkan tangannya ke arah mie.
Plaaak tangan Yon mendarat tepat di
kepala Opet. “Baru bangun, banyak kali perintah kau!!!” Sahut Yon
karena merasa kesal sambil ketawa melihat Opet yang merasa kesakitan.
“Aduh.”
Ucapan yang keluar dari mulut Opet sambil menggosok-gosok kepalanya. “Sakit
Bodoh!” Tambah Opet dengan kesal.
Pop
dan Aku tertawa melihat kelakuan mereka “ Udah, kalian
tenang aja, cuman tidur saja kerjaan kalian dari tadi malah ribut.” Sahutku.
“Dimana
ni kita makan?” Tanya Pop sambil melihat ke sekeliling, mencari tempat yang
datar untuk kami makan.
“Disini
saja.” Jawabku sambil menunjukkan ke arah dekat kaki Opet yang memang tempat
kami semalam makan.
“Sini
daun pisangnya.” Ucap Opet, dengan tangan yang diselonjorkan ke Pop.
Pop langsung
memberikannya kepada Opet. Berjalan ke arah Opet lalu meratakan tempat di sekitarnya
dengan kaki.
Opet langsung
merapikan daun pisang dan meletakkannya di tanah.
Sedangkan
aku langsung mengangkat panci yang berisikan mie dan berjalan mendekati mereka.
“Yon kau ambil sendok makan di samping tas.” Suruhku sambil menunjuk dengan
mengangkat daguku mengarahkan ke gubuk.
Yon
langsung berjalan menuju gubuk dan mengambil sendok lalu mencucinya dengan air
yang ada dalam botol yang di samping tas.
Sedangkan
aku langsung menuangkan mie dan membaginya di atas daun pisang. “Yon, cepat
bawa sini sendoknya.” Ucapku.
Yon,
dengan cepat berjalan, langsung membagikan sendoknya kepada kami lalu Yon mengambil panci dan langsung
membersihkanya, yang aku berikan kepada Opet dan meletakkan disampinya.
Pop
duduk di sampingku sedangkan Yon duduk di samping Opet, lalu
kami memakan mie dengan lahapnya. Pop tersedak “ukhukkk” Pop batuk. “Yon, ambilkan
air botol itu!” Tambah Pop sambil menunjuk tangan kirinya ke arah
botol.
Yon
langsung berdiri dan mengambil air botol dan memberikannya kepada
Pop.
“Makanya
pelan-pelan makan, Pop. Jangan rakus kali kau.” Canda Opet
kepada Pop.
Pop
langsung membuka botol minum itu dan langsung meninumnya. “ukhhukk.” Pop batuk lagi. “Banyak
kali ngomong kau, Pet. Udah aku masak pun mie ini masih banyak cakapmu.” Jawab
Pop dengan nada kesal.
Opet
terkekeh-kekeh “hehehe.”
“Sudah-sudah,
jangan ribut lagi.” Sahutku sambil menyuapkan mie ke dalam
mulutku.
Mie
yang masih panas dan berasap-asap, kami melanjutkan makan dengan lahapnya.
Udara yang dingin mulai hilang karena dihangatkan oleh sinar matahari yang
mulai meninggi.
Suapan
mie terakhir Yon menutup sarapan pagi. Opet dan Yon langsung melipat daun
pisang bekas kami makan lalu terus membakarnya ke atas api yang masih membara
di belakangku. Pop bangun dari duduknya dan langsung mengambil rokok yang dia
letakkan tadi pagi di tempat yang dia duduki persis di dekat api, begitu juga
aku langsung mengambil rokokku yang ada di saku kananku.
“Ada
korek sama kau?” Tanya Pop.
Aku
langsung memeriksa di saku celanaku, tidak ada. Lalu aku
menoleh ke arah api dan melihat di sekitaran tempat aku duduk tadi pagi. Aku
melihat korek api tepat di dekat api. “Itu, Pop. Koreknya.”
Jawabku sambil menunjuk ke arah korek.
Pop
langsung beranjak dan mengambil korek tersebut dan langsung menyalakan rokoknya
lalu melemparnya ke arahku “ Nih, Nu. Tangkap!” Katanya
kepadaku.
Aku
langsung menangkap dan menyalakan rokokku yang telah aku letakkan di mulutku.
“Pop, lempar
rokok kau!!” Minta Yon kapapa Pop.
Pop
langsung melemparnya. Yang langsung di sambut Yon dengan kedua tangannya. Dan
langsung mengambil rokok dan meletakkan dimulut. “Pet Korek kau.” Minta yon
kepada Opet.
Opet
yang yang sudah membakar rokoknya dan langsung memberikan koreknya kepada yang
berdiri di sampingnya.
Kami
menikmati rokok kami sambil duduk di sebelahan yang agak berjauhan, Pop duduk
sambil menjaga api agar tidak mati gara-gara daun pisang yang dibuang yon. Yon
dan Opet berjalan menuju gubuk kami dan duduk di depan gubuk, sedangkan aku
berdiri menghadap api tidak jauh dari gubuk kami.
Rokokku
habis, lalu Pop langsung memerintahkan
kami agar membereskan barang-barang kami, sambil membuang rokoknya ke dalam
api. “ Sudah! Ayo Yon, Pop, Nu kumpulin barang-barang kita.” Ajaknya
kepada kami.
“Yok!” Kata
Yon yang langsung berdiri dan masuk ke dalam gubuk.
Opet
langsung mengambil tas yang ada di pintu gubuk kami dan langsung memasukan
barang-barang kami ke dalam tas.
Sedangkang aku
lansung mendekati Pop yang sedang membereskan barang-barang yang kami gunakan
tadinya buat memasak. “Sini, Pop. Biarku bersihkan dulu pakai daun-daun.” Pintaku.
Pop
langsung memberikan pancinya yang di dalamnya terdapat sendok, gelas bekas kami
minum kopi semalam. “Nih.” Katanya sambil memberikannya
kepadaku.
Aku
langsung mengambilnya dan berjalan ke arah gubuk kami
dan mengambil dedaunan yang digubuk kami lalu langsung mengelap semuanya.
Tiba-tiba
Yon merusak gubuk kami dari dalam. “huaaaaaa!” Kata keluar
dari mulutnya yang terbuka lebar.
Langsung
aku mengambil salah satu ranting yang ada di depanku
dan melemparnya ke Yon. “Nih ambil.” Kataku
Yon
langsung memepis ranting itu ke samping. ”Hep, untung
tidak kena.” Katanya sambil membenarkan tas yang ada di punggungnya.
Tiba-tiba
Pop sudah ada di sampingku. “Yok-yok
cepat.” Kata Pop sambil mengambil panci
di tanganku dan membungkukan badannya lalu mengambil sendok dan gelas.
“Yok!” Kata Opet sambil membenarkan
tasnya.
Yon
berjalan sambil menendang-nendang gubuk kami “Yok-yok, cepat!” Katanya sambil berteriak.
Aku
langsung berjalan mengambil tas pinggang yang ada di dekat Opet lalu memakainya
di pinggangku.
Disini
aku tidak membawa tas, karena aku kemarin sudah membawa tas yang Yon bawa,
memang lumayan berat tasnya,, tapi kami sudah membuat perjanjian sebelum
berangkat untuk bergantian nantinya.
Lalu kami melanjutkan perjalanan kami, dengan Pop di depan yang kami percayakan untuk memimpin barisan kami, lalu diikuti Opet, di belakangnya ada Yon dan aku dibagian paling belakang untuk menjaga barisan jika ada sesuatu kejadian yang tidak kami inginkan.
0 Komentar