Homo Deus: Listrik, Genetika, dan Islam Radikal



 disurah oleh: Arinal
13 September 2019
   
Sampai 2016, belum ada alternatif serius mengganti paket liberal individualisme, hak-hak asasi manusia, demokrasi, dan pasar bebas. Protes-protes sosial yang menyapu dunia barat pada tahun 2011—seperti Occupy Wall Street dan Gerakan 15 -m Spanyol—tidak punya penentangan apapun pada demokrasi, individualisme, dan hak-hak asasi manusia, atau bahkan terhadap prinsip-prinsip dasar ekonomi pasar bebas. Mereka menuntut agar pasar benar-benar bebas, tidak dikendalikan dan di manipulasi oleh korporasi-korporasi dan bank-bank yang “terlalu besar untuk gagal”.  Meskipun demikian, raksasa ekonomi ini menawarkan naungan ideologis yang sangat kecil. Tampaknya tak seorang pun tau apa yang diyakini orang China hari ini—termasuk orang China sendiri. Secara teori, China masih komunis, tetapi dalam praktiknya tidak ada bau-bau komunisnya. Namun, Agama-Agama tekno ini, dengan keyakinan pada imortalitas dan surga-surga virtual, paling tidak akan dibutuh waktu satu atau dua dekade untuk memapankan diri. Oleh karenanya, saat ini China belum menjadi alternatif real bagi liberalisme. Bagi Yunani yang bangkrut dalam situasi terombang-ambing putus asa antara model liberal dan pencarian pengganti “meniru China” bukanlah obsi yang layak.

China tidak tau apa yang mereka yakini, kaum fundamentalis religius justru terlalu kuat memahaminya. Namun, ini adalah sebuah fatamorgana. Tuhan sudah mati—yang hanya ia hanya butuh waktu untuk meninggalkan tubuhnya. Islam radikal tidak memunculkan ancaman serius bagi paket liberal karena dengan semangatnya kaum fanatik itu tidak benar-benar memahami dunia abad ke- 21, dan tak punya apapun yang relevan, bahaya-bahaya dan peluang-peluang baru yang dihasilkan oleh teknologi-teknologi ke sekeliling kita. Agama dan teknologi saling dorong, saling bergantung dan tidak pernah melenceng terlalu menjauh antara satu dengan yang lainnya. Karena itu, para insinyur abad ke- 19 menciptakan lokomotif, radio, dan mesin-mesin pengapian internal. Tanpa keterlibatan agama lokomotif tidak bisa memutuskan kemana harus pergi.
             
Di sisi lain, teknologi sering mendefinisikan skup dan batasan-batasan visi agama kita. Itulah kenapa dewa-dewa agrikultural berbeda dari roh-roh kaum pemburu-pengumpul. Kaum fundamentalis Islam. Mungkin mengulang mantra “Islam adalah jawabannya”, tetapi agama-agama yang kehilangan sentuhan dengan realitas teknologi masa kini akan kehilangan juga kemampuan mereka.  Anda tidak akan menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang mana pun di atas Al-Quran atau hukum syariat, juga tidak di Bibel biasa atau Analect konfusian karna tak seorang pun di Timur Tengah abad pertengahan maupun China kuno tahu tentang komputer, genetika atau nanoteknologi. Karena itu Islam radikal mungkin menarik bagi orang-orang yang lain dan dibesarkan dalam lingkungannya, tetapi sangat sedikit yang bisa ditawarkan kepada pemuda-pemuda Spanyol pengangguran atau kaum miliader China yang cemas.

Sepuluh ribu tahun yang lalu sebagian besar orang adalah pemburu-pengumpul dan hanya beberapa pelopor di Timur Tengah yang menjadi petani namun, masa depan menjadi milik petani. Nasib para petani itu distempel di Manchester dan Birmingham oleh segelintir insinyur, politisi dan penyandang dana yang melopori revolusi industri. Bahkan, ketika revolusi industri menyebar ke seluruh dunia dan menembus Gangga, Nil, dan Yangtze, sebagian besar orang terus memercayai Veda, Bibel, Al-Quran, dan Analect, lebih banyak dari yang memercayai mesin uap. Pada 1881, seorang religius lokal, Muhammad Ahmad Bin Abdullah, mendeklarasikan diri bahwa dia adalah Mahdi (almasih), yang dikirim untuk menegakkan hukum tuhan di muka bumi.

Sementara itu di India, Dayananda Saraswati memimpin sebuah gerakan Hindu revival, yang prinsip dasarnya bahwa kitab-kitab suci Veda tidak pernah salah. Dayananda sering menafsirkan Veda dalam cara yang sangat liberal. Paus pius IX, memiliki pandangan yang jauh lebih konservatif tentang perempuan tetapi sependapat dengan Dayananda yang mengagungkan otoritas manusia super. Menurut prinsip itu, Paus tidak pernah salah dalam urusan keimanan, ide yang tampaknya berasal dari abad pertengahan ini baru menjadi dogma yang memikat pada tahun 1870, 11 tahun setelah Charles Darwin menerbitkan on the origin of species. 30 tahun sebelum Paus menemukan bahwa dia tidak bisa membuat kesalahan, seorang sarjana China gagal bernama Hong Xiuquan memiliki sebuah visi rangkaian ke- agamaan. Tuhan kemudian membekali Hong dengan sebuah misi ilmiah. Dia memerintahkan Hong untuk mengusir setan-setan yang telah menguasai China di abad ke- 17.

             
Ketika kita berpikir tentang kaum visioner abad ke- 19, kita lebih cenderung teringat akan Marx, Engels dan Lenin ketimbang Mahdi, Pius XI, atau Hong Xiuquan. Mengapa Marx dan Lenin berhasil, sedangkan Hong dan Mahdi gagal? Bukan karena humanisme sosialis secara filosofis lebih canggih ketimbang teknologi Islam dan Kristen, melainkan karena Marx dan Lenin memberi perhatian lebih besar untuk memahami realita teknologis dan ekonomis. Alwi merespon “terkait dengan Marx dan Lenin, memang beberapa karya mereka itu sangat mempengaruhi suatu kemajuan bahkan kemunduran suatu negara bahkan bangsa juga”.  Fadli menanggapi “membicarakan Marx dan Lenin agama itu memang dalam keadaan meninabobokkan  dan membuat orang-orang terlena. Ketika agama membicarakan takdir bukan membicarakan keagamaan, maka semangat juangnya itu akan dihantam dengan takdir, bukan agama salah tetapi agama yang mendukung pada masa itu”.

Lenin pernah diminta untuk mendefinisikan komunisme dalam satu kalimat tunggal. “Komunisme adalah kekuasaan bagi dewan buruh”. Anda tidak bisa menegakkan sebuah rezim komunis pada abad ke-16 Rusia karena komunisme memerlukan konsentrasi informasi dan sumber daya dalam satu pusat. Marx dan para pengikutnya memahami realitas baru tentang teknologi dan pengalaman baru manusia sehingga mereka memiliki jawaban yang relevan atas problem-problem masyarakat industri, di samping ide-ide orisinal tentang bagaimana mengambil manfaat dari peluang-peluang yang belum ada sebelumnya. Sebelum Marx, orang mendefinisikan dan membagi diri tentang pandangan-pandangan Tuhan, bukan tentang metode produksi-produksi. Sebagian masyarakat gagal memahami apa yang sedang terjadi sehingga ketinggalan kereta kemajuan. India-nya Dayananda dan Sudan-nya Mahdi tetap jauh lebih sibuk dengan Tuhan ketimbang dengan mesin uap, karena itu mereka diduduki dan dieksploitasi oleh Inggris yang sudah industrial. Syahidin merespon “ada kata-kata menarik dari Jalaluddin Rumi yaitu mencari-cari Tuhan. Ternyata aku tidak menemukan Tuhan di gereja, tidak menemukan di masjid, dan tidak menemukan Tuhan di udara dingin, dan Gus Dur pernah berkata jika kamu berbuat baik, maka orang tidak bertanya agamamu, dan jika mereka bertanya agamamu maka katakanlah agamaku adalah air yang membasahi wajahku dengan pertanyaanmu”. Sosialisme, yang sangat kekinian 100 tahun lalu, gagal menyesuaikan diri dengan teknologi baru. Leonid Brezhnev dan Fidel Castro memegang teguh ide-ide yang dirumuskan Marx dan Lenin pada abad mesin uap, dan tidak memahami kekuatan komputer serta bioteknologi. Seandainya Marx hidup lagi hari ini, dia mungkin akan mendesak segelintir muridnya yang masih tersisa untuk mengurangi waktu membaca Das Kapital dan mencurahkan waktu lebih banyak untuk mempelajari Internet dan gen manusia.

Islam radikal berada pada posisi yang jauh lebih buruk dari sosialisme. Ia bahkan belum seirama dengan Revolusi Industri. Namun, peran mereka umumnya reaktif. Pada masa lalu, mereka merupakan peran kreatif. Kristen misalnya, menyebarkan sampai hari ini heretikal bahwa semua manusia setara di hadapan Tuhan sehingga mengubah struktur politik manusia, hierarki sosial, bahkan relasi-relasi gender. Akob menanggapi “sebenarnya Islam radikal itu dalangnya ialah orang-orang luar seperti Amerika, sebenarnya Indonesia bukan takut karena kehancuran negaranya tetapi takut kepada orang-orang luar seperti barat, karena setiap negara yang Islamnya kuat itu akan dihancurkan dengan orang-orang luar tersebut, orang Barat akan menekan negara-negara Islamnya yang kuat seperti Indonesia karena mereka tau negara yang punya adidaya itu punya kekuatan, karena itu mereka menekannya. Contoh, China Kim Jong Un di Korea Utara mereka yang kuat saja bisa digoyangkan oleh orang Barat apalagi negara-negara yang kecil.

Di samping reformasi sosial dan etis, Kristen juga bertanggung jawab atas inovasi-inovasi ekonomi dan teknologi yang penting. Gereja mendirikan korporasi ekonomi pertama Eropa—biara—yang selama 1000 tahun memelopori ekonomi Eropa dan memperkenalkan metode pertanian dan administrasi yang maju. Biara adalah institusi pertama yang menggunakan jam, membantu pendirian banyak universitas pertama Eropa, seperti Bologna, Oxford, dan Salamanca. Meskipun demikian, Katolik dan agama-agama teis lainnya sejak itu telah lama berubah dari kekuatan kreatif menjadi reaktif. Mereka kebanyakan justru menderita akibat teknologi, metode, dan ide yang disebarluaskan oleh gerakan-gerakan lain. Para pemikir feminis menyerukan kepemilikan kaum perempuan atas tubuh mereka sendiri—dan para mufti terpelajar berdebat bagaimana menghadapi ide-ide pengacau semacam itu. Syahidin merespon “kata dari radikalisme itu digunakan oleh negara atau pemerintah agar tidak menggangu tujuan mereka, sebenarnya Amerika sudah mulai bergetar karena melihat kekuatan yang sudah ada di Indonesia, tidak bisa dipungkiri bahwa umat Islam yang ada di Indonesia sangat kuat dengan ribuan pondok pesantren dan semangat jihadnya sehingga Amerika sudah mulai ketakutan. Jadi negara menjadikan radikalisme itu sebagai alat untuk tidak menggangu tujuan mereka, apabila umat Islam tidak bisa berjaya atau bersatu maka akan terjadi seperti contohnya di Yaman, Suriah, dan Palestina, di Palestina jika Hamas dan Fatah bersatu maka Israel akan kacau balau, jika Indonesia tidak ingin bersatu dan masih saling hujat-menghujat maka nasib kita akan sama seperti Yaman, Suriah, dan Palestina”.



Miliaran orang, termasuk banyak ilmuwan, terus menggunakan kitab suci sebagai sumber otoritas, tetapi teks-teks ini tidak lagi menjadi sebuah kreativitas. Mereka membaca halaman demi halaman, kisah demi kisah dengan perhatian paling besar, sampai akhirnya mereka menemukan apa yang mereka butuhkan. Kemudian, mereka berpura-pura seakan-akan ide itu berasal dari Bibel, padahal kenyataannya berasal dari Foucault. Bibel tetap dipelihara sebagai sumber otoritas, sekalipun ia tidak lagi sumber inspirasi yang sesungguhnya. Karena itu, jika anda ingin memahami terobosan-terobosan ini, anda tidak punya banyak pilihan, anda perlu menggunakan waktu untuk melakukan eksperimen-eksperimen lab dan membaca-baca artikel ilmiah, bukan menghafal dan memperdebatkan teks-teks kuno. Namun, apa yang ditemukan oleh para ilmuwan dan yang dikembangkan oleh para insinyur tanpa disadari bisa memaparkan keduanya pada cacat bawaan dalam pandangan dunia liberal dan kebutaan pelanggan dan pembeli. Kita tidak memerlukan tuhan-tuhan untuk membatasi kekuasaan kita dan menyediakan semua makna yang kita butuhkan.
             
Dari paragraf terakhir Haikal menanggapi “Arab itu memaparkan bagaimana kehidupan pada abad ke- 21 yang mempelajari tentang akal dan tubuh manusia sehingga apa yang terjadi pada abad ke- 21 ini tidak membahas lagi tentang listrik, api, dan sebagainya tetapi mengubah manusia menjadi robot-robot yang sudah diprogram yang berhubungan dengan pengalaman-pengalaman manusia, sehingga jadilah robot manusia, dan yang dimaksud dengan kereta api itu ialah zaman kemajuan manusia robot sehingga orang yang ketinggalan kereta api akan tersingkirkan dan tidak bisa memajukan negara. Kekuasaan teknologi yang membuat manusia robot itu sudah ada di negara-negara maju, contohnya seperti kereta yang berjalan tanpa ada yang mengendalikannya, dan seharusnya perkara inilah yang dibahas di era ke- 21”. Muhyi juga menanggapinya “apakah agama membutuhkan penelitian atau riset itu membutuhkan waktu yang lama, lalu pertanyaannya dibalik, apakah sains bisa menganalisa dalam waktu sehari tentang Ushul Fiqih? Sebenarnya sains dan agama itu tidak bisa dipisahkan secara umum jika agama ditanyakan tentang sainstifik maka mereka akan menjawab secara umumnya saja dan tidak memahami intinya dan juga sebaliknya, dan sebenarnya kedua ini bukan untuk saling berperang tetapi saling mengisi.     


Posting Komentar

0 Komentar