Homo Deus: Perpecahan Humanisme



Disurah oleh: Arinal

Humanisme mengalami nasib serupa pada setiap agama yang paling sukses, seperti Kristen dan Buddha. Seiring dengan penyebaran dan pergulirannya, humanisme terpecah menjadi beberapa sekte yang saling bertentangan. Semua sekte humanisme percaya bahwa pengalaman manusia adalah sumber otoritas dan makna, tetapi sekte-sekte itu menginterpretasikan pengalaman manusia dengan cara berbeda-beda. Cabang ortodoks memandang bahwa setiap manusia adalah individu unik yang memiliki suara hati khas dan serangkaian pengalaman yang tak akan pernah terulang. Karena itu, kita harus memberi sebesar mungkin kebebasan pada setiap individu untuk mengalami dunia, mengikuti kata hatinya dan mengeskpresikan kebenaran dari dalam dirinya. Entah dalam politik, ekonomi atau seni, kehendak bebas individu harus jauh lebih diutamakan ketimbang kepentingan negara atau doktrin-doktrin keagamaan.

Politik liberal percaya bahwa pemilih yang paling tahu. Seni liberal memandang keindahan ada di mata penonton. Ekonomi liberal memandang pelanggan selalu benar. Pendidikan liberal mengajarkan kita untuk berpikir bagi kita sendiri karena kita akan menemukan semua jawaban di dalamnya. Pada abad ke-19 dan ke-20, saat humanisme kian mendapatkan kredibilitas sosial dan kekuatan politik, dua cabang yang sangat berbeda tumbuh darinya: humanisme sosialis, yang mencakup banyak Gerakan sosialis dan komunis, dan humanisme evolusioner, yang penyokong paling terkenal adalah kaum Nazi.

Meskipun demikian, baik sosialis maupun humanis evolusioner mengemukakan bahwa pemahaman liberal tentang pengalaman manusia adalah cacat. Namun, banyak individu di dunia dan mereka sering merasakan hal-hal yang berbeda dan keinginan-keinginan yang bertentangan. Pada 17 Juli 2015, Kanselir Jerman Angela Merkel berhadapan dengan seorang remaja putri pengungsi Palestina dari Lebanon, yang keluarganya mencari suaka di Jerman, akan segera dideportasi. Badai reaksi publik menyerang Merkel, banyak yang menuduhnya tidak sensitif dan tak punya perasaan. Dalam beberapa bulan kemudian, Merkel  bahkan membuka pintu lebih lebar, menyambut ratusan ribu pengungsi masuk ke Jerman. Tak lama kemudian Merkel menghadapi serangan gencar, dianggap tunduk kepada sentimentalisme dan kurang tegas bersikap. Bagaimana menyelesaikan kontradiksi-kontradiksi antara perasaan pengungsi yang putus asa dan warga Jerman yang cemas ?

Kaum liberal tak pernah lepas dari kegelisahan atas kontradiksi semacam itu. Menyelenggarakan pemilihan umum demokratis tidak membantu karena pertanyaannya kemudian adalah siapa yang boleh memberikan suara dalam pemilihan umum ini. Anda tidak bisa  menyelesaikan konflik Arab-Israel dengan menyerahkan keputusan pada 8 juta warga Israel 350 juta warga negara Liga Arab. Dengan alasan yang jelas, Israel tidak akan merasa terikat dengan hasil plebisit semacam itu. Haikal merespon “walaupun presiden dipilih secara demokrasi dan dimenangkan dengan suara terbanyak, tidak menutup kemungkinan ada di suatu sisi yang mendukung si A dan si B, contoh yang menang adalah si B tetapi pendukung si A merasa tersakiti. Ini menjelaskan bahwa demokrasi itu bisa juga menyakiti hati dari pihak yang lain walaupun si B dimenangkan secara demokrasi”. Risky menanggapi “menurut saya demokrasi tadi hanya pada Israel itu dan tidak bisa keluar dari Israel itu yang mengatakan 8 juta orang Israel itu tidak bisa dimenangkan dengan cara demokrasi untuk kemenangan wilayahnya, dia menjelaskan bahwa pemilihan secara demokrasi di Israel tidak bisa dilaksanakan di wilayah mereka karena mereka menanggap tidak relevan atas pemilihan tersebut”.

Orang merasa terikat pada pemilihan umum demokratis hanya bila mereka memiliki ikatan dasar yang sama dengan sebagian besar pemilih lainnya. Pemilihan umum demokratis biasanya hanya berjalan dalam populasi yang memiliki ikatan kebersamaan awal, seperti kesamaan keyakinan religius atau mitos kebangsaan. Pemilihan umum adalah sebuah metode untuk menyelesaikan perselisihan di antara orang-orang yang sudah menyepakati hal-hal dasar. Haikal menanggapi “Israel hanya punya pola-pola tersendiri yaitu tidak menerima demokrasi itu terhadap wilayah itu sendiri, jika dikaitkan dengan Indonesia, pendukung pemimpin yang menang akan merasa senang sedangkan pendukung pemimpin yang kalah akan merasakan tersakiti walaupun mereka berpura-pura senang dengan pemilihan demokrasi, tapi penduduk di Israel berpola bahwasannya pemilihan secara demokrasi itu tidak relevan di wilayahnya. Menurut saya Harari ini membela wilayahnya sendiri “.
             
Kaum liberal mengagumkan pengalaman unik manusia individu. Setiap manusia memiliki perasaan, selera dan kebiasaan berbeda-beda, yang harus bebas dia suarakan dan eksplorasi, sepanjang tidak menyakiti orang lain. Mereka menekankan bahwa banyak pengalaman manusia bersifat komunal. Dengan menggunakan kata, berdansa, makanan dan minuman, setiap bangsa memperkuat pengalaman-pengalaman yang berbeda pada para anggotanya, dan mengembangkan sensitivitasnya yang khas. Kaum nasionalis liberal seperti Mazzini berusaha melindungi pengalaman kebangsaan ini dari penindasan dan pemusnahan oleh imperium-imperium yang intoleran, membayangkan suatu masyarakat bangsa yang damai, yang masing-masing bebas mengekspresikan serta mengeksplorasi perasaan-perasaan komunalnya tanpa menyakiti perasaan tetangganya. Nilai pelestarian pengalaman komunal yang unik bangsa Jerman memungkinkan bahkan kalangan liberal untuk menentang pembukaan gerbang banjir migrasi.



Humanisme sosial menempuh jalan yang sangat berbeda. Kaum sosialis menyalahkan kalangan sosial karena lebih memfokuskan perhatian pada perasan diri ketimbang yang dialami orang lain. Perdamaian global akan dicapai tidak dengan mengagungkan kekhasan setiap bangsa, tetapi dengan menyatukan seluruh buruh seluruh di dunia, dan harmoni sosial tidak akan dicapai oleh setiap orang secara narsistis mengeksplorasi ke dalam batin mereka sendiri tetapi orang mengutamakan kebutuhan serta pengalaman orang lain di atas hasrat-hasrat mereka sendiri. Seorang liberalis mungkin membantah, bahwa dengan mengeksplorasi suara hatinya seseorang bisa mengembangkan kasih sayang dan pemahamannya pada orang lain.

Humanisme evolusioner memiliki solusi yang berbeda atas masalah pengalaman-pengalaman manusia yang bertentangan. Sebagian manusia memang unggul atas manusia yang lain, dan ketika pengalaman-pengalaman manusia bertabrakan, manusia yang paling kuat akan menggilas habis yang lain. Jika kita mengikuti logika evolusi ini, manusia perlahan-lahan semakin kuat dan tangguh sehingga akhirnya memunculnya manusia super. Demikian pula, jika sebuah bangsa tertentu secara konsisten menjadi pionir bagi kemajuan manusia. Berlawanan dengan seniman liberal seperti Otto Dix, humanisme evolusioner mengemukakan bahwa pengalaman perang manusia adalah sesuatu yang berharga dan bahkan penting. Perang menyingkap kebenaran tentang kehidupan, dan membangun nafsu pada kekuasaan, pada kejayaan, dan pada penaklukan. Tak semua humanis evolusioner adalah rasis, dan tak setiap kepercayaan pada potensi umat manusia untuk tulus berevolusi pada sendirinya menciptakan negara-negara polisi dan kamp-kamp konsentrasi. Auschwitz harus menjadi tanda peringatan merah, bukan tabir hitam yang menyembunyikan seluruh bagian dari horizon manusia. Humanisme evolusioner memainkan peran penting dalam membentuk peran modern, dan kemungkinan akan memainkan peran yang lebih besar dalam membentuk abad ke-21.

               

Dirangkum oleh : Dodo & Farabi

Posting Komentar

0 Komentar