Surah Buku Bagian II | Kitab-Kitab Suci
Disurah oleh: Aril & Dodo
Realitas kadang
mengalah terhadap teks. Itu semua hanya hujatan umum terhadap sistem birokrasi.
Jika deskripsinya tidak akurat, maka timbul pemberontakan. Sedangkan jika
deskripsi akurat, mereka bisa membuat keputusan yang realistis. Maka birokrasi
berdalih menggunakan tulisan untuk mengambarkan realitas dan membuat keputusan
yang realistis. Mereka kebal dengan kesalahan yang mereka lakukan sendiri.
Masalah teks
bisa mengacu pada Undang-Undang negara, mereka dapat mengelak dari teks itu
bersama fantasinya. Seperti ‘pasal 1: senior tidak pernah salah, pasal 2: jika
senior salah maka kembali pada pasal 1’. Seperti juga menggarap skripsi, bahwa
kita dapat menulis jika narasumber jauh dari kita, begitulah contoh hegemoni
Eropa di Afrika, soal perbatasan negara Afrika. Kekuatan Afrika, di Berlin,
membagikan wilayah Afrika seperti kue. Sedangkan mereka tidak banyak tahu
tentang sungai Niger, Kongo dan Zambezi, padahal di sana terletak jalur-jalur
alternatif, suku-suku dan kerajaan-kerajaan. Sementara garis-garis imajiner itu
menjadi wilayah yang tidak adil sama sekali. Begitulah bentuk hegemoni dan
kekuatan Eropa dalam membentuk sebuah garis perbatasan wilayah lain, sedangkan mereka
sama sekali belum pernah ke sana. Ketika Eropa melakukan penetrasi ke Afrika,
birokrasi eropa mendapatkan fakta yang jauh berbeda dari deskripsinya, pembagian
wilayah di afrika menimbulkan ketidak-adilan bagi Afrika itu sendiri. Untuk menghindari
persengketaan Eropa dan Afrika, birokrasi Eropa kembali mengacu pada
kesepakatan Berlin. Alih-alih mengubah realitas agar cocok dengan cerita
mereka, sehingga realitas dipaksakan untuk menyerah.
Kejadian di
Korea juga hampir sama dengan kejadian ini, yang mana blok barat membagikan
wilayah itu menjadi dua bagian, melalui ideologi, lalu memecahnya menjadi dua
negara, Korea Selatan & Korea Utara. Melalui teks, mereka dapat
mengeksploitasi suatu wilayah. Menganggap sesuatu yang agung dari teks,
kemudian memohon kepadanya, lalu membuka pintu penindasan seperti rasisme
terhadap orang Afrika sampai dengan perdagangan budak.
Penggaris yang
digunakan birokrat untuk mengukur realitas relatif berbeda. Seperti mengukur
keadilan terhadap sekolah dan pertanian. Mengukur setiap murid dengan nilai
rata-rata mereka. Secara alamiah, sekolah mengukur setiap murid untuk mencapai
nilai-nilai tinggi, sedangkan untuk kemampuan kesusastraan makin bobrok. Cara mengukur
seperti ini telah mengikis kemampuan dari tiap-tiap murid untuk dapat memahami
semuanya. Dalam aspek pendidikan, ini hanya mencakup dari kognitif saja. Persoalan
kompetisi nilai secara angka telah menggeser nilai secara fungsi, hari ini jika
memasuki kampus kita memandang akreditasnya terlebih dahulu, dan itu telah
mencederai nilai intelektual manusia. Seharusnya kita tidak dipaksa masuk kelas
kemudian membaca, minat seseoranglah yang dapat memicu dan menunjang
nilai-nilai intelektualitasnya.
Kekuatan catatan
tertulis hadir ketika kitab suci muncul, kemudian mendapatkan otoritas. Dan
apabila sebuah teks kitab suci salah dalam menafsirkan realitas, cepat atau
lambat akan mengurangi otoritas teks itu sendiri. Melalui pendeta-pendeta yang
tidak hanya mencatat properti Tuhan, tetapi telah menulis segala perintah
Tuhan. Secara teori, kitab suci yang tidak realistis akan mendapatkan
pemberontakan dan hanya sedikit orang yang akan mengikutinya.
Abraham Lincoln
mengatakan “Anda tidak dapat membohongi semua orang sepanjang waktu, itu
hanyalah sebuah angan-angan. Kekuatan jaringan kerja sama manusia selalu
bergantung pada perimbangan rumit antara kebenaran dan fiksi, jika anda
mendistorsi realitas terlalu banyak, maka itu akan melemahkan anda sendiri. Anda
tidak dapat mengorganisasi massa secara efektif tanpa bergantung pada suatu
mitos fiksional. Jadi, jika anda terlalu bergantung pada realitas murni tanpa
mencampurnkan fiksi di dalamnya, maka itu sangat sulit untuk dilakukan.”
Ilmuwan
tidak akan berhasil menguliahi para petani untuk memahami fisika, mereka memerlukan
mitos untuk mempengaruhinya, sama halnya dengan menyampaikan isi dari kitab
suci itu sendiri. Prosesi pembelajaran kawan-kawan kita di perdesaan dan di
perkotaan jelas berbeda. Harari menjelaskan bahwa para petani tidak perlu
diajari cara menanam yang berdasarkan teori yang dicetuskan oleh ilmuwan. Petani
telah menyadari dan memahami hal itu tanpa perlu diajarkan teori dan hukum fisika,
bahkan sebelum teori dan hukum tersebut lahir.
Bersambung ...
0 Komentar