Surah Buku bagian II | Memberi
Makna Bagi Dunia
Disurah oleh : Dodo
Seorang dokter
memberikan formulir agar bisa melanjutkan pelayanan selanjutnya, seperti cek
darah, x-ray dan masalah pengobatan lainnya. Sistem rumah sakit yang berwatak
personalitas pedagang politik dan suasana hati yang melingkupi tidak relevan. Mereka
mengikuti regulasi tata cara yang telah dianutnya seperti di zaman fir’aun
tentu saja. Idealnya, algoritmik nasib kita ada di tangan “sistem”, dan tidak
ada di makhluk mortal. Yang berlaku di rumah sakit juga berlaku di angkatan
perang, di sekolah dan juga terjadi di zaman mesir kuno. Pada masa fir’aun
padahal lebih canggih pengobatannya, juga kanal raksasa andalannya dan membangun
sistem rumit bendungan, kanal-kanal kecil yang membelokkan sebagian air Nil ke
Fayum.
Kuil buaya, Dewa Sobek, di era fir’aun juga menjadi sebuah monumen yang sakral, dengan memakaikan
sandal di kaki buaya dan sosok fir’aun yang menunggangi buaya yang dinamakan
dewa Sobek. Reptil beruntung itu dipelihara oleh pendeta dan diberi makan dengan penuh cinta, bahkan diberi pakaian emas serta mahkota berhias
berlian. Dan bangsa mereka bergantung pada dewa Sobek itu.
Pada masa
Senuster III dan Amenhemhar III, Mesir tak punya buldozer maupun dinamit. Mereka
bahkan tak punya alat-alat besi. Alat perunggu dianggap sebagai teknologi
unggulan, tetapi benda-benda itu begitu mahal dan langka sehingga sebagian
besar pekerjaan bangunan dilakukan dengan alat-alat yang hanya terbuat dari
batu dan kayu, dioperasikan dengan kekuatan otot manusia. Akan tetapi pendapat
yang menyatakan bahwa proyek bangunan dibangun oleh makhluk asing adalah hal
yang tidak mungkin. Coretan-coretan hieroglif menjadi saksi bahwa sejarah Mesir
kuno adalah sebuah peradaban yang agung.
Seseorang yang coba memberi
pendapat bernama Muhyi: misalkan Dodo bikin dodol yang besar. Pada masa itu
orang akan tahu kalau Dodo bikin dodol. Karena narasinya dikembangkan, makanya
jadi sebuah cerita besar. Atau narasi itu memang dibangun agar orang menjadi
kagum.
Lalu Alwi mencoba menambahkan:
untuk coretan dinding, orang-orang dulu saya pikir lebih pintar berpolitik. Zaman
fir’aun membentuk peradaban dunia dari coretan dinding, bisa jadi kehidupan
yang kita lalui sekarang sudah di set oleh orang-orang fir’aun.
Muhyi juga melanjutkan: misalkan facebook menamakan wall supaya menjadi situs sejarah pada masa yang akan datang, seperti zamannya fir’aun.
Organisasi di
zaman mesir kuno memang dahsyat. Dengan memiliki puluhan ribu buruh yang diberi
kerupuk saja bisa patuh kepada tuhan yang bernyawa itu.
Tukin: dulu ada tuhan yang bernyawa agar segalanya dapat terwujud. Karena tuhan yang perintah. Seperti dibangunnya borobudur dan monumen sejarah lainnya. Anehnya, semua itu dibangun dengan rapi.
Memang terlihat
aneh melibatkan entitas-entitas dalam membangun peradaban.
***
Surah Buku bagian II | Hidup
di Atas Kertas
Disurah oleh: Dodo
Tulisan berperan memfasilitasi munculnya entitas fiksional yang kuat, yang mengatur jutaan orang dan membentuk ulang realitas. Tulisan juga memudahkan manusia untuk meyakini keberadaan entitas fiksional itu, karena ia membiasakan orang untuk mengalami realitas melalui meditasi simbol-simbol abstrak.
Ditambahkan oleh Sadikin:
identitas suatu masyarakat melalui tulisan. Penciptaan teknologi dari
inovasi-inovasi merupakan orientasi dari peradaban manusia atau kebutuhan menusia-manusia
di sekitar itu agar dapat memanfaatkan lingkungan dan sumber daya atau menjadi
sebuah manfaat yang dapat dipergunakan. Oleh karenanya, butuh usaha untuk
memulai peradaban dan inovasi dari sumber daya alam sekitar. Seperti mengolah
air di peradaban Arab. Dan tentunya semua itu butuh tulisan untuk merancangnya.
Muhyi: Harari merumuskan bahwa
apa yang digambarkan di kertas menjadi sebuah penentuan sebuah kehidupan. Kertas-kertas
menjadi berharga karena memiliki gambar dan angka yang selama ini kita akui. Di
sini Harari mengingatkan manusia untuk tidak berorientasi pada kertas.
Alwi menanggapi pendapatnya
Muhyi: zaman dulu, orang melihat sesuatu dari fungsi seperti halnya barter, tapi
saat ini berorientasi pada angka bukan lagi fungsi.
Sebuah
pemerintahan dapat memutuskan sesuatu dari selembar kertas, kemudian kertas
tersebut dapat menjadi penentu nasib masyarakat. Dari selembar kertas yang
berisi peraturan-peraturan yang mengatur pemerintahan itu.
Sadikin: komunikasi
intersubjektif terjadi akibat dari seorang yang memiliki power, kemudian diamini oleh orang-orang lain dan menjadi sebuah
nilai yang berharga. Mau tidak mau, kita harus menjalani nilai tersebut atau
kita akan terbuang dari kehidupan itu. Oleh karenanya, kita harus mengakui hal tersebut
dan sebenarnya hal yang paling natural dari aktifitas itu adalah barter, dan
ini tidak berlaku lagi saat ini.
Muhar: indikator modernitas
berasal dari hal yang tertulis adalah hal yang sangat berharga, termasuk hal
pidana dan tidak dapat dihapus, semuanya berbentuk perlembar. Hal ini tertuju
pada identitasnya orang dulu yang memiliki tato di badan. Tapi di era modern
ini, orang melihatnya dari sebuah surat dan nilai dari selembar kertas, karena
identitas sebuah kepemilikan terletak pada kertas. Dan semua itu harus
berorientasi pada tulisan dan kertas, karena sebuah identitas terbukti dari
suatu kesepakatan.
Muhyi: menyinggung peristiwa
Holocaust, selembar kertas dapat menyelamatkan genosida dari orang Nazi
terhadap bangsa Yahudi, hal ini menjadi penting dari sebuah tulisan untuk
pembuktian dari data yang menggambarkan peristiwa suatu bangsa.
Islahudin: hal primitif memang menjadi
sesuatu yang menarik, ini juga sebuah bentuk keberlangsungan cerita-cerita yang
pernah terjadi, inilah yang dipetik Harari
di dalam Homo Deus.
Restu: seringkali kita mengkritik
dan memberikan tanggapan akan sesuatu yang tampak seperti tulisan tadi. Hal subtansialnya
adalah bagaimana kita menganalisis dan mempertanggungjawabkan hal yang tertulis
itu. Seperti sebuah ijazah dan masalah manipulasi lainnya. Inilah yang perlu
disubtansialkan dari selembar kertas yang bernilai, apakah kita dapat
mempertanggung-jawabkan apa tidak.
Fredi: Cina membangun peradaban
dengan literasi, dan ini menjadi sebuah hal yang fokus serta sangat
terkodifikasi dari catatan sejarahnya, mereka sangat baik dalam membangun
peradaban karena literasinya.
Orang
Cina mengalami kesulitan dan banyak terjadi kematian sebanyak puluhan juta
orang. Kesakralan catatan tertulis sering memiliki efek yang jauh kurang
positif. Dari tahun 1958 sampai 1961, Cina Komunis menjalankan Lompatan Besar
Maju, ketika Mao Zedong ingin mengubah Cina dengan cepat menjadi negara
adidaya. Bermaksud menggunakan surplus gandum untuk mendanai proyek-proyek
industri militer, Mao memerintahkan pelipatgandaan hingga tiga kali produksi
pertanian. Dari kantor-kantor pemerintahan di Beijing tuntutan mustahilnya itu
turun melalui tangga birokrasi, ke pemerintahan provinsi, sampai ke
kepala-kepala desa. Para pejabat lokal, yang takut menyuarakan kritik dan ingin
menyenangkan atasan, mengarang jawaban imajiner kenaikan dramatis hasil
pertanian. Ketika angka-angka bualan itu menaiki tangga birokrasi, setiap pejabat
membesar-besarkannya lagi, menambahkan angka nol di sana-sini dengan goresan
pena.
Sementara
itu, laporan-laporan antusias dari keajaiban pertanian Cina mencapai khalayak
di seluruh dunia. Julius Nyerere, presiden idealistik dari Tanzania, sangat
terkesan dengan keberhasilan Cina. Dalam rangka memodernisasi pertanian
Tanzania, menciptakan pertanian kolektif dengan model Cina. Ketika para petani
menolak rencana itu, Nyerere mengirim militer dan polisi untuk menghancurkan
desa-desa tradisional dan merelokasi paksa ratusan ribu petani ke ladang-ladang
kolektif baru. Propaganda pemerintah menggambarkan pertanian itu bak miniatur
surga, tetapi banyak dari pertanian itu hanya dalam dokumen-dokumen pemerintah.
Pada 1979, 90 persen petani Tanzania hidup dengan pertanian-pertanian kolektif,
tetapi mereka menghasilkan hanya 9 persen dari hasil pertanian negara itu.
Meskipun
sejarah tulisan penuh kecelakaan-kecelakaan semacam itu, keuntungan dari pemerintahan
yang lebih efisien umumnya melampaui biayanya, paling tidak dari perspektif
pemerintah. Tak ada penguasa yang mampu melawan godaan untuk berusaha mengubah
realitas dengan satu goresan pena, dan jika bencana yang timbul, perbaikannya
akan berbentuk tulisan dalam semakin banyak memo-memo dan penerbitan peraturan,
ketetapan, serta perintah.
Muhyi: bahasa tulis bisa saja
menggambarkan realitas. Tapi bisa saja hal itu meragukan realitas itu
sendiri. Terkadang realitaslah yang terpaksa tunduk pada tulisan. Sebuah modernitas
yang tak bisa dielakkan.
Bahasa tulis bisa saja
digambarkan sebagai cara sederhana menjelaskan realitas, tetapi perlahan-lahan
ia menjadi cara yang dahsyat untuk membentuk ulang realitas. Ketika laporan-laporan
resmi bertabrakan dengan realitas objektif, sering realitas yang harus mengalah.
Siapa pun yang pernah berurusan dengan otoritas perpajakan, sistem pendidikan,
atau birokrasi kompleks lainnya tahu bahwa kebenaran nyaris tak penting. Apa yang
tertulis dalam formulir Kita jauh lebih penting. Hidup di atas kertas.
0 Komentar